Berisi tentang cerita, foto, video, hoby, Aktivitas, dalam perjalanan petualang dan pencari pengalaman

10/2/16

Waerebo : Kampung Adat Di Pedalam Flores

Kampung adat Waerebo, awal pertama saya mendengar dan melihat tentang kampung ini melalui fotob yang dibagikan di jejaring sosial, rasa kagum dan penasaran bagaimana keadaan kampung tersebut menjadi penasaran tersendiri dibenakku. Akhirnya pada kesempatan ini rasa penasaran sayapun terjawab sudah, puji syukur selalu dipanjatkan atas rezeki yang dilimpahkan Allah SWT, sehingga saya dapat menginjakan kaki ke tanah kampung Waerebo ini. 

Perjalanan menuju kampung ini, kita cukup banyak mendapatkan PHP (pemberi Harapan Palsu), karena apa? Ya karena banyak sekali sebab pertama ternyata semua penghuni mobil elf yang kami sewa belum ada yang perna ke desa Waerebo, Baik itu sopir maupun kernet, apalagi kita peserta trip yang baru kali ini menginjakan kaki di Flores. 

Selanjutnya dari rencana awal, tidak sesuai perhitungan dari tim leader kita, bahwa kita sampai di Denge (kampung terdekat dengan Waerebo) sekitar sore atau menjelang malam, tetapi ternyata kita tiba malam sudah larut lewat jam 10 malam, cukup lelah.

PHP selanjutnya rencana kita akan tracking ke desa Waerebo malam hari dan bermalam di desa itu, akhirnya tidak jadi karena sudah kemalaman. PHP Selanjutnya sepanjang jalan kita sering sekali bertanya kepada warga atau sopir yang sempat kita temui, yang pertanyaan selalu: ini benar jalur ke waerebu /Denge?  dan berapa lama lagi kita ke Waerebo?  Dari berbagai jawaban selalu bervariasi, ada yang jawab ya, sekitar 1 jam, setengah jam, 20 menit, 45 menit, 2 jam bermacam-macam. Trus ada yang jawab 20 km, 10 kiloan lagi, ada yang jawab 30 km, 11 km, bervariasi juga, akhirnya kitapun selalu menjadi guyonan "aduh kita di PHP nih" akhirnya berbagai macam candapun sudah keluar dari mulut masing masing personil untuk menghilangkan kejenuhan di dalam mobil elf malam itu. Waerebo banyak PHP. Kondisi sudah malam, perut juga sudah kosong, cemilan sudah habis. Niat mencari warung makan, sepanjang jalan hingga sampai di Denge tidak menemukan warung makan, sudah pokoknya full PHP.

Rute Menuju Waerebo
Kampung Waerebo terletak di 1085 mdpl, berhawa sejuk dan dikeliling hutan serta perkebunan kopi. Perjalanan menuju kampung Waerebo cukup lama, kami yang sebelumnya dari Cancar sekitar jam 4an WITA ternyata tiba di Waerebo hampir jam 10 WITA malam. Dilihat dari kondisi jalan memang jalan aspal namun ada yang berlobang dan ada yang halus, tetapi rata2 badan jalannya cukup kecil, hanya muat sekitar 1 mobil besar, beberapa kali bis kita harus berhenti dan mencari tempat yang pas, saat berpapasan dengan mobil lain. Semua harus hati-hati banyak jalan berliku dan melewati jurang, serta pesisir laut, umumnya kendaraan dapat mencapai ke Kampung Denge (379 mdpl).  Terdapat 1 jembatan yang kondisinya rusak, dimana kita satu mobil harus turun untuk mengurangi beban mobil. Semoga segera diperbaiki sarana dan prasarananya. 

Selanjutnya kita tiba di Denge (Kampung Terakhir menuju Waerebo) langsung ke rumah pusat informasi wisatawan, yang ternyata disana juga sebagai penginapan/homestay. Letaknya Samping SD Denge. Malam itu kita langsung disambut oleh bapak Blasius Monta yang ternyata putra daerah desa Waerebo yang kesehariannya adalah seorang guru SD.

Untuk mencapai kampung Waerebo Setelah dari Denge, harus tracking jalan kaki selama 3-4 jam menanjak melalui hutan hingga tiba di desa tersebut. Tamu hanya diterima di Waerebo hanya siang hari saja, namun jika kondisi mendesak atas izin Bapak Blasius, kemungkinan dapat dilakukan tracking malam. 

Tata Cara Memasuki kampung Waerebo
Berdasarkan info dari bapak Blasius, untuk mencapai kampung Waerebo harus jalan kaki sepanjang 9 km dari Denge, kondisi rute 4 km jalan aspal dan 5 km jalan setapak menanjak. Dalam menuju ke kampung Waerebo harus didamping oleh porter ataupun sebagai pembawa tamu, porter akan disiapkan oleh Bapak Blasius. Porter tersebut akan memandu tamu hingga pulang kembali ke Denge /penginapan. Saat mendekati tiba di kampung Waerebo, akan tiba di rumah peristirahat sementara, disana porter akan membunyikan kentongan, bukti bahwa ada tamu akan datang ke kampung tersebut. Di rumah ini kampung Waerebo sudah terlihat.

Selanjutkan kita turun hingga ke pintu masuk kampung, peraturan disana, jika sampai di desa tersebut belum diizinkan untuk beraktivitas di kampung itu tetapi harUs diterima dulu di rumah besar / utama oleh ketua adat Waerebo, kita memberikan mahar sesuai dengan peraturan Waerebo. setelah penerimaan tersebut, semua tamu sudah berstatus penduduk Waerebo, selanjutnya dari rumah besar lanjut ke rumah tamu untuk melakukan regestrasi penerima tamu/pembayaran. Setelah itu kitapun sudah bisa berfoto, berinteraksi dengan warga dan aktivitas lainnya. 

Biaya yang dikeluarkan Selama di Waerebo
Menurut kami biaya yang dikeluarkan untuk berwisata ke kampung ini tergolong mahal karena : 
1. Biaya masuk ke kampung Waerebo jika menginap semalam Rp. 325.000 per orang, jika hanya datang hari terus pulang /tektok Rp. 200.000 per orang 

2. Biaya porter  Rp.200.000 per porter per group. Pulang pergi.  

3. Biaya menginap di homestay :  Rp. 200.000 per orang, walaupun satu kamar diisi 2 orang. Termasuk 2 kali makan. 

4. Makan tambahan Rp.35.000 per orang  kopi/teh Rp.5000 per gelas 

5. Serah terima ke ketua adat : per group untuk 1-2 orang : Rp.20.000, 3-6 orang  : Rp. 50.000, 7 orang ke atas : Rp.100.000

Pada acara khusus acara adat harganya lebih mahal lagi acara penti :Rp. 450.000 per orang per malam Mbata : Rp.250.000 per pentas  acaranya biasanya dilaksanakan pada tanggal  setiap16 November. 

Sejarah Waerebo   
Berdasrkan informasi yang saya peroleh dari Bapak  Blasius Monta, Asal usul nenek moyang suku Waerebo adalah dari Minangkabau, Sumatera Barat, dahulu nenek moyang tersebut berlayar hingga terdampar di Sekitaran Flores, kemudian dari pantai melihat ada kepulan asap dari laut tersebut hingga ke tempat asal kepulan asap tersebut yang sekarang kampung Todo. dahulu nenek moyang tersebut dua beradik, kakak akhirnya pindah ke Waerebo. Hingga turun temurun sampai sekarang. sedangkan adik juga turun temurun di kampung Todo. Sekarang ini pemimpin adat  Waerebo merupakan Generasi ke 18, tapi bahkan ada yang sudah generasi ke 20, sedangkan bapak  Blasius Monta adalah generasi ke 17. masih dari pernyataan bapak Blasius, semua keturunan Waerebo memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin adat. tetapi dipilih oleh pemimpin sebelumnya, cara memilihnya, orang tua / pemimpin sebelumnya melihat dari talent anak mudanya calon pemimpin tersebut. Lama memimpin adat di Waerebo tidak ada batasan selama sang pemimpin mampu.  Untuk adat perkawinan di suku ini laki yang paling tua menikah dengan wanita dan tinggal disana.

Di Kampung Waerebo terdapat 8 rumah adat yang berbentuk krucut, dimana pada  rumah utama di huni 8 kepala keluarga sedangkan yang lain dihuni 6 kepala keluarga, jadi  total ekitar 200 orang warga yang ada di rumah adat di Waerebo.
Masyarakat Waerebo mayoritas penganut agama katolik dan berpendapatan sebagai petani kopi, kopi waerebo termasuk kopi terbaik di Indonesia.

Demikianlah sekelumit pengalaman kami selama di Kampung Waerebo, Flores Nusa Tenggara Timur 

2 comments:

Unknown said...

request tentang membahas di daerah kalimantan barat donk gan?

yandigsa said...

wah dah sampe sini aja pak, kereeeennnnnnn