Berisi tentang cerita, foto, video, hoby, Aktivitas, dalam perjalanan petualang dan pencari pengalaman

Showing posts with label Desa Wisata. Show all posts
Showing posts with label Desa Wisata. Show all posts

6/19/23

Desa Jopu, Wolowaru, Ende, Pulau Flores: Khasana Budaya, Mandi Air Panas dan Makan Sirih

11:02 PM 0
Hari ketiga malam ke 4 dalam trip ekplore Flores bersama Jala Mana Nusantara, kita tiba di desa Jopu, kecamatan Wolowaru, kabupaten Ende. Desa Jopu yang merupakan desa tercinta sang team leader trip kita yaitu bang Emanuel. Seetelah kita puas emikmati Indahnya pantai Koka di Sikka. perjalanan kita lanjutkan hingga sampai di Desa Jopu ini. Kali ini kita rangkai cerita perjalanan ini dengan judul: Desa Jopu Flores: Khasana Budaya, Mandi Air Panas dan Makan Sirih. Nah mengapa judulnya demikian simak detail isi artikelnya ya. yuk cawww... 

Menjelang sore kita sudah berada di desa Jopu ini, saat masuk kawasan desa, saya sangat merasakan Desa Jopu Flores: khasana budaya yang begitu kental.  Kita sudah disambut dengan keramahan penduduk dengan khas budaya nusantara. Senyum ramah dan keakraban selalu terpancar di wajah wajah warga desa Jopu. Selanjutnya kami menurunkan barang masing-masing dari mobil pick up dan menuju ke rumah orang tua bang Noel (sapaan akrab bang Emanuel). kamipun langsung disambut dan berkenalan dengan orang tua serta keluarga besar bang Noel. Kami beristirahat di rumah dan sebagian ada yang langsung bercengkrama dengan warga tetangga bang Noel. Dari sana melihat warga yang sedang asik makan sirih dan juga ajakan untuk menikmati mandi air panas melepas kelelah karena perjalanan. 


Kopi dan teh hangat menyambut kedatangan kita, budaya yang sangat ramah dan kental budaya Nusantara dari keluarga bang Noel membuat kami diterima bak kalangan pejabat. Benar-benar khasanah budaya kita negeri timur yang kaya kerifan lokal. Pada asik ngobrol dengan teman-teman dan tetangga bang Noel di desa Jopu ini. Panggilan suara keras bang Erwin, "Raswan, raswan dimana kau" lalu datanglah bersama bang Noel membawa ayam jago dan sebilah pisau, "nah ini lu bisa motong ayam, ayo potong ayamnya, karena di Islam ayam harus dipotong  cara islam" sayapun tanpa ragu-ragu memotong ayam tersebut. Luar Biasa kedatangan kita ke desa Jopu disambut dengan memotong ayam jago. Ayam pun dimasak gulai dan menjadi santapan kita di Sore itu. Terima kasih tak terhingga buat bang Noel dan keluarga serta warga Desa Jopu Flores. Atas sambutan dan pelayanannya serta permohonan maaf kami karena mungkin kedatangan kami membuat keramaian dan hiruk pikuk yang sangat gaduh di desa bang Noel. 

Setelah menikmati makan sore, kami sudah direncanakan oleh bang Noel untuk berkunjung ke rumah adat yang ada di desa Jopu ini,  yang disebut Sa'o ria Tenda Bewa (Rumah besar).  Setelah banyak bertanya dengan saudaranya bang Noel, ternyata di desa Jopu ini merupakan sebagian besar suku Leo Selatan dengan memiliki rumah besar sebagai rumah adat, rumah adat ini digunakan untuk acara-acara adat misalnya ada warga yang meninggal.  Di rumah adat ini tinggal tetua adat atau kepala suku (musalaki) yang merupakan seorang anak laki anak pertama dari keturunan suku ini. 

Selanjutnya kami di rumah adat ini menyempatkan masuk ke dalam Sa'o ria Tenda Bewa (Rumah besar) desa Jopu, sebelum masuk ke rumah adat ini, kami diberitau tata cara atau tata adat untuk masuk ke rumah. Pertama kita tidak diperbolehkan menyentuh batu yang berdiri di depan rumah. Batu ini adalah makam dari sesepuh adat sebelumnya. Selanjutnya saat masuk harus hati-hati jangan sampai kepala menyentuh dinding bagian atas karena pintunya yang ukurannya tidak begitu tinggi sehingga harus sangat hati-hati. Setelah di dalam rumah, kita dilarang untuk melihat ke atas, karena ini adalah pantangan tersendiri dari peraturan adat disini. Selanjutnya dari pengamatan saya di dalam rumah ini terdapat dapur dengan perlengkapan masaknya. Selanjutnya ada tempat tidur, ada gong yang digunakan untuk panggilan dalam rehab rumah, dan terdapat tempat tersendiri yang terdapat bakul-bakul tempat makan dll. Masih di dalam Sa'o ria Tenda Bewa (Rumah besar) terdapat pintu utama dan Pintu samping. Setelah cukup lama di dalam rumah dan bertanya-tanya kami lanjutkan keliling desa Jopu. 

Setelah berkeliling di desa Jopu, ada beberapa point yang membuat saya mendapatkan hal yang baru, yang meliputi dari pengamatan saya sudah banyak bangunan modern, dengan kata lain rumah-rumah yang terbuat dari bata beton, hanya beberapa rumah saja yang masih asli dengan atap dan bentuk khas  adat Jupo. Semoga  tidak terkikis oleh perubahan jaman. Selanjutnya secara pribadi saya baru kali ini dan baru tau juga ternyata di depan rumah rumah warga terdapat bangunan yang saya lihat seperti  teras yang khas diberi keramik, ternyata itu adalah kuburan keluarga rumah setempat yang ada di depan rumah masing -masing, walaupun ada beberapa rumah, yang kuburannya nampak jelas seperti nisa umumnya di Indonesia. 

Setelah berkeliling desa Jopu kami lanjutkan mandi dengan berendam air panas yang ternyata terletak di belakang desa ini. Suasana kelelahan dan cape petualangan 3 hari ini seakan tersegarkan dengan adanya sumber mata air panas. Hampir sejam lebih kami menghabiskan waktu sore itu di sumber air panas tersebut. Uniknya sumber air ini terdapat 1 cekungan besar sehingga dapat menampung 3 orang dan terdapat 1 cekungan kecil untuk 1 orang, selanjutnya ada 2 sumber mata air panas yang  keluar  batu batuan dalam tanah itu. Tapi keadaan sumber mata ini belum terkelola karena air bagian bawah bercampur langsung dengan air sisa selokan desa, seemoga kedepannya menjadi lebih terkelola dan dapat menjadi magnet wisata ke desa Jopu ini.

Selesai mandi air panas di sumber mata air hangat tersebut kami kembali ke rumah bang Noel, saya senaja terlebih dahulu pulang dengan harapan ingin membilas tubuh setelah berendam di air hangat tersebut. Di dalam kamar mandi terdengar teriakan dan gelak tawa dari teman-teman trip dan warga, setelah saya selesai mandi ternyata pesta gelak tawa tersebut sudah selesai. Dari rekaman video dan cerita teman-teman, ternyata ada adegan histeris sendiri saat teman-teman selesai berendam dari sumber air panas tadi. Ceritanya tentang makan sirih.

ini cerita tentang sirih tersebut : Saat selesai mandi di sumber air panas, teman teman pada antri untuk ke kamar mandi, Bang Erwin, personil kita yang memiliki wajah ganteng putih, kecil pendek dan rambut gondrong (note : dibalik), ternyata sambil menunggu antri, ikut emak-emak yang sedang asik makan sirih di depan rumah. Saat itu dia mungkin karena merasakan ada yang beda dengan rasa sirih tersebut. Dia berprilaku bak kesurupan, sepontan juga, nenek-nenek yang umurnya sudah hampir 100 tahun. Kaget dan melompat melihat tingkah bang Erwin tersebut, kondisi tersebut menjadi keseruan dan kelucuan tersendiri di desa tersebut. Baik bagi warga sekitar, anak- anak dan teman teman trip. Tapi sayang saya tidak menyaksikan langsung. Hiks menikmati cerita dan videonya saja. 

Selanjutnya malam pun menjelang kami sibuk dengan obrolan dan cekrama malam itu. Setelah makan malam keseruan ditambah lagi, dari bahasan tentang senam terlebih dahulu sebelum trip,  secara spontan mb Sri dan Bang Erwin goyang salsa bak pasangan serasi sehingga menjadi tontongan malam itu di ruang tengah rumah bang Noel, kondisi tersebut, dinikmati oleh kami dan  sekalian ibu-ibu tetangga bang Noel, melihat kondisi tersebut bang Erwin mengajak ibu-ibu tersebut untuk goyang dengannya, lantas ternyata ibu ibu tersebut berlarian ketakutan, mungkin karena melihat gantengnya bang erwin.. Hehehe

Saat sampai di desa Jopu ini, kepalaku terasa pusing dan perut agak mual. tapi say coba abaikan dan tetap menikmati Desa Jopu Flores: Khasana Budaya, Mandi Air Panas dan Makan Sirih. Saya pikir ini karena efek kecapean setelah trip 3 hari dan bawaan sakit sakit perut awal trip. Memang sejak hari pertama atau sampai di Maumere malam harinya saya mengalami agak diare. Tapi saya coba untuk banyak minum air putih sehingga pada esok hari keadaan sudah membaik.  Akan tetapi rasa mual dan pusingku sampai terbawa di malam saat kumpul di rumah bang Noel. Akhirnya mas Zaqi menawarkan diri untuk mengrokin saya, serta Bunda Siuli memberi saya obat sakit perut. Alhamdulillah sakitku sembuh. Pagi-pagi jam 3 sayapun sudah sehat bugar siap untuk trip selanjutnya. Terima kasih semua.. I love you..

Oleh sebab habis dikerokin dan minum obat. Malam itu saya tidur lebih awal di rumah samping yang sudah disiapkan oleh keluarga bang Noel. Saya juga tidaj tau mereka tidur sampai berapa akan tetapi jam 3 pagi kita sudah bangun dan  berangkat menuju ke Gunung Kelimutu untuk mengejar sunrise di Kelimutu. Simak artikel tentang Trip Danau Kelimutu: Bau Itu, Sedih Itu, dan Bahagia Kita

Simak perjalanan kami selama di flores di  dalam video singkat ini berikut ini:

6/18/23

Menikmati Sensasi Kopi Flores di Kampung Bena di Bejawa

1:50 PM 0
Sekitar pukul 7 malam kami tiba di kota Bajawa, kota kabupaten Ngada Provinsi Nusa Tengarara Timur. Setelah perjalanan kurang lebih 5 jam dari Riung. Sensasi hawa sejuk kami rasakan di kota ini, menikmati sedapnya masakan khas asli Sumatera Barat menambah sensasi berbeda ketika di kota yang Terkenal dengan istilah "Piring Kedamaian" Masakan padang ternyata ada dimana-mana, yang khas lagi penjualnya ternyata asli orang Padang juga. waw mantap menikmati makanan khas Padang di Kota Piring Kedamaian, Bejawa.  Artikel cerita perjalanan di kota Bejawa kita akan menuju ke kampung adat yang terkenal di bawah kaki gunung Inerie sambil menikmati sensasi Kopi Flores di Kampung Bena. 
Kampung Bena di Bejawa yang berada di kaki gunung Inerie yang masih aktif 
Foto Kampung Bena tampak dari puncak paling atas di kampung Bena Bejawa 

Kami bermalam di penginapan yang sebelumnya sudah kami booking. Penginapan yang berada di jantung kota Bajawa ternyata penginapan tersebut masih tahap renovasi, sehingga kami dipindahkan oleh pihak penginapan ke homestay penginapan tidak jauh dari penginapan tersebut. Di penginapan kamipun melepas lelah dan mempersiapkan untuk trip ke kampung Bena esok harinya. Kami ingin menikmati sensasi kopi Flores di Kampung Bena di Bejawa. Walau Sempat di Penginapan ini ada catatan serunya. Kami tidur bertiga yang seharusnya diisi oleh 2 orang, alhasil kaki serasa menggantung karena ukuran tempat tidurnya yang tidak pas, tapi alhamdulillah bisa nyenyak juga. 

Pagi-pagi saya sudah terbangun terlebih dahulu, sayapun sudah mempersiapkan diri untuk berpetualang hari itu untuk menikmati sensasi kopi Flores di Kampung Bena di Bejawa ini. Teman-teman lain yang belum bangun saya bangunkan. Menjelang jam 7 kamipun sarapan bersama dan sudah siap untuk menjelajah kampung Bena. 

Perjalanan kami dari Bajawa ke kampung Bena tidaklah begitu jauh, sekitar setengah jam kami sudah sampai di parkiran yang khusus di kampung tersebut. Sepanjang perjalanan menuju desa Bena, kami disajikan dengan pemandangan gunung Inerie yang tampak tinggi menjulang di sisi jalan. 

Tiba di kampung Bena, kami berjalan sekitar 50 meter menuju ke rumah penerima tamu, kami melakukan regestrasi dan mengisi buku tamu, seingat saya 1 orang pengunjung dikenakan biaya Rp.15.000 rupiah, disana juga kami harus mengenakan kain tenun yg kecil sebagai tanda tamu yang masuk ke kampung ini. kain tenunnya sangat cantik dan indah, sehingga kamipun berebut ingin mendapatkan yang paling bagus, padahal semua bagus, sesuai selera masing-masing. 
situs megalitikum di kampung bena Bejawa
Kampung Bena merupakan desa wisata sekaligus situs megalitikum peninggalan mas zaman batu hingga eksis sampai sekarang, disini banyak terdapat susunan batu yang dibentuk dengan khas, selanjutnya di kelilingi rumah rumah warga yang bentuknya khas bena. yang lebih luar biasa sekali, perkampungan ini teretak di kaki gunung masih aktif yaitu gunung Ineire. 

Ibu sedang menenun di depan rumah Kampung Bena
Selama di kampung kami langsung bernarsis dan foto-foto ria, bercengkrama dengan ibu-ibu yang sedang menenun di depan rumah masing-masing, sayapun saat itupun langsung keliling kampung hingga ke ujung, di ujung kami kembali berfoto foto lagi. Saking asiknya foto foto, sayapun tertinggal rombongan. Ternyata rombongan sudah singgah di rumah yang paling ujung yang menghadap utara. Sayapun segera menyusul mereka, ternyata sedang asik menikmati kopi, sayapun segera melepas sepatu dan duduk dekat dengan Ibu pemilik rumah dan langsung ditawari minum kopi atau teh. Saya langsung menjawab ingin kopi saja. saya ingin menikmati sensasi kopi Flores di Kampung Bena di Bejawa.

Tidak lama dalam keasikan obrolan kami, kopipun sudah tersaji, saya langsung mengambil jatah. slurup kopi hangat saya minum, terasa bercampur di lidah, waw rasanya nikmati dan sensasi baru, saya yang nota bene bukan pecandu kopi tapi merasakan nikmatnya kopi Bejawa. memang saya keterunan keluarga petani kopi, dan setidaknya sering mengkonsumsi kopi, rasa kopi yang ada di Kampungku Way Tenong Lampung Barat, ada unsur berbeda rasa kopi Lampung dan kopi Bajawa. namun rasanya mantap. Bagi pecinta kopi harus menikmati sensasi kopi Flores di Kampung Bena di Bejawa.

Setelah cukup lama di rumah warga Kampung Bena, kamipun berpamitan untuk melanjutkan trip. inilah pengalaman kami dalam menikmati sensasi kopi Flores serta adat budaya di Kampung Bena di Bejawa.

Rute untuk mencapai Kampung / Desa Bena Bejawa adalah : Dengan menggunakan via pesawat terbang dari kota kupang ke kota bejawa di Bandara Soa, selanjutnya dari bandara ke kota Bajawa menggunakan travel  dengan harga kurang lebih 50 ribu. dari kota Bejawa bisa mencari penginapan disini atau melanjutkan ke desa Bena dengan menggunakan jasa ojek dengan waktu sekitar 30 menit.

Jika dari kota Ende, menggunakan travel atau bis jurusan Ende-Bajawa kemudian turun di Mataloko. Selanjutnya dengan jasa ojek untuk ke  kampung Bena.

Video selama di Kampung Bena simak dibawah ini : Kampung Adat Bena dan sawah Jaring Laba laba Cancar di Flores

6/16/23

Wae Rebo : Kampung Adat Di Pedalaman Flores

12:53 AM 2
Trip kita di hari ke 7 dan 8 di Wae Rebo : Kampung Adat Di Pedalaman Flores. ini masih bagian dari Ekplore Flores - komodo bersama tim Jala Man Nusantara. Kampung adat Wae Rebo, awal pertama saya mendengar dan melihat tentang kampung ini melalui foto yang dibagikan di jejaring sosial, rasa kagum dan penasaran bagaimana keadaan kampung tersebut menjadi penasaran tersendiri dibenakku. Akhirnya pada kesempatan ini rasa penasaran sayapun terjawab sudah, puji syukur selalu dipanjatkan atas rezeki yang dilimpahkan Allah SWT, sehingga saya dapat menginjakan kaki ke tanah kampung Wae Rebo ini. 

Setelah kita eksplore Bajawa di kampung Bena dan sawah jaring laba laba di cancar, Ruteng, Manggarai. Perjalanan kita lanjutkan menuju kampung Wae Rebo : Kampung Adat Di Pedalaman Flores. Dalam trip jelajah kampung Wae Rebo : Kampung Adat Di Pedalaman Flores. Kita cukup banyak mendapatkan PHP (pemberi Harapan Palsu), karena apa? Ya karena banyak sekali sebab pertama ternyata semua penghuni mobil elf yang kami sewa, belum ada yang perna ke desa Wae rebo, Baik itu sopir maupun kernet, apalagi kita peserta trip yang baru kali ini menginjakan kaki di Flores. 

Selanjutnya dari rencana awal, tidak sesuai perhitungan dari tim leader kita, bahwa kita sampai di Denge (kampung terdekat dengan Wae rebo) sekitar sore atau menjelang malam, tetapi ternyata kita tiba malam sudah larut lewat jam 10 malam, cukup lelah. Ternyata kampung  Adat Wae Rebo memang berada Di Pedalaman Flores sehingga cukup jauh untuk dijangkau baik menggunakan mobil yang dilanjutkan tracking ke pedalaman hutannya. 

PHP selanjutnya rencana kita akan tracking ke desa Wae Rebo malam hari dan bermalam di desa itu, akhirnya tidak jadi karena sudah kemalaman tiba di Denge (kampung terdekat dengan Wae rebo). PHP Selanjutnya sepanjang jalan kita sering sekali bertanya kepada warga atau sopir yang sempat kita temui, yang pertanyaan selalu: ini benar jalur ke wae rebo /Denge?  dan berapa lama lagi kita ke Wae Rebo?  Dari berbagai jawaban selalu bervariasi, ada yang jawab ya, sekitar 1 jam, setengah jam, 20 menit, 45 menit, 2 jam bermacam-macam. Trus ada yang jawab 20 km, 10 kiloan lagi, ada yang jawab 30 km, 11 km, bervariasi juga, akhirnya kitapun selalu menjadi guyonan "aduh kita di PHP nih" akhirnya berbagai macam candapun sudah keluar dari mulut masing masing personil untuk menghilangkan kejenuhan di dalam mobil elf malam itu. Waerebo banyak PHP. Kondisi sudah malam, perut juga sudah kosong, cemilan sudah habis. Niat mencari warung makan, sepanjang jalan hingga sampai di Denge tidak menemukan warung makan, sudah pokoknya full PHP. sungguh penuh dengan drama PHP saat ekplore  Wae Rebo : Kampung Adat Di Pedalaman Flores. 

Rute Menuju Wae Rebo
Kampung Wae Rebo terletak di 1085 mdpl, berhawa sejuk dan dikeliling hutan serta perkebunan kopi. Wae Rebo merupakan Kampung Adat Di Pedalaman Flores. Perjalanan menuju kampung Waerebo cukup lama, kami yang sebelumnya dari Cancar sekitar jam 4an WITA ternyata tiba di Wae rebo hampir jam 10 WITA malam. Dilihat dari kondisi jalan memang jalan aspal namun ada yang berlobang dan ada yang halus, tetapi rata2 badan jalannya cukup kecil, hanya muat sekitar 1 mobil besar, beberapa kali bis kita harus berhenti dan mencari tempat yang pas, saat berpapasan dengan mobil lain. Jelajah Wae Rebo : Kampung Adat Di Pedalaman Flores perlu adany pengorbanan dan persiapan jangan sampai korban PHP. Semua harus hati-hati banyak jalan berliku dan melewati jurang, serta pesisir laut, umumnya kendaraan dapat mencapai ke Kampung Denge (379 mdpl).  Terdapat 1 jembatan yang kondisinya rusak, dimana kita satu mobil harus turun untuk mengurangi beban mobil. Semoga segera diperbaiki sarana dan prasarananya. 

Selanjutnya kita tiba di Denge (Kampung Terakhir menuju Wae Rebo) langsung ke rumah pusat informasi wisatawan, yang ternyata disana juga sebagai penginapan/homestay. Letaknya Samping SD Denge. Malam itu kita langsung disambut oleh bapak Blasius Monta yang ternyata putra daerah desa Wae rebo yang kesehariannya adalah seorang guru SD. Sehingga eksplore kita kampung Wae Rebo : Kampung Adat Di Pedalaman Flores dapat terfasilitasi. 

Untuk mencapai kampung Wae Rebo Setelah dari Denge, harus tracking jalan kaki selama 3-4 jam menanjak melalui hutan hingga tiba di desa tersebut. Ingat ya Wae Rebo : Kampung Adat Di Pedalaman Flores, jadi jangan berekpektasi bisa sampai tanpa jalan kaki, butuh tracking. Tamu hanya diterima di Wae rebo hanya siang hari saja, namun jika kondisi mendesak atas izin Bapak Blasius, kemungkinan dapat dilakukan tracking malam. 

Tata Cara Memasuki kampung Wae Rebo
Berdasarkan info dari bapak Blasius, untuk mencapai kampung Wae rebo harus jalan kaki sepanjang 9 km dari Denge, kondisi rute 4 km jalan aspal dan 5 km jalan setapak menanjak. Wae Rebo : Kampung Adat Di Pedalaman Flores. Dalam menuju ke kampung Wae rebo harus didamping oleh porter ataupun sebagai pembawa tamu, porter akan disiapkan oleh Bapak Blasius. Porter tersebut akan memandu tamu hingga pulang kembali ke Denge /penginapan. Saat mendekati tiba di kampung Wae Rebo, akan tiba di rumah peristirahat sementara, disana porter akan membunyikan kentongan, bukti bahwa ada tamu akan datang ke kampung tersebut. Di rumah ini kampung Waerebo sudah terlihat.

Selanjutkan kita turun hingga ke pintu masuk kampung, peraturan disana, jika sampai di desa tersebut belum diizinkan untuk beraktivitas di kampung itu tetapi harUs diterima dulu di rumah besar / utama oleh ketua adat Wae rebo, kita memberikan mahar sesuai dengan peraturan Wae rebo. setelah penerimaan tersebut, semua tamu sudah berstatus penduduk Wae rebo, selanjutnya dari rumah besar lanjut ke rumah tamu untuk melakukan regestrasi penerima tamu/pembayaran. Setelah itu kitapun sudah bisa berfoto, berinteraksi dengan warga dan aktivitas lainnya. 

Biaya yang dikeluarkan Selama di Wae Rebo
Menurut kami biaya yang dikeluarkan untuk berwisata ke kampung ini tergolong mahal karena : 
1. Biaya masuk ke kampung Wae Rebo jika menginap semalam Rp. 325.000 per orang, jika hanya datang hari terus pulang /tektok Rp. 200.000 per orang 

2. Biaya porter  Rp.200.000 per porter per group. Pulang pergi.  

3. Biaya menginap di homestay:  Rp. 200.000 per orang, walaupun satu kamar diisi 2 orang. Termasuk 2 kali makan. 

4. Makan tambahan Rp.35.000 per orang  kopi/teh Rp.5000 per gelas 

5. Serah terima ke ketua adat : per group untuk 1-2 orang : Rp.20.000, 3-6 orang  : Rp. 50.000, 7 orang ke atas : Rp.100.000

Pada acara khusus acara adat harganya lebih mahal lagi acara penti :Rp. 450.000 per orang per malam Mbata : Rp.250.000 per pentas  acaranya biasanya dilaksanakan pada tanggal  setiap16 November. Mengapa mahal karena Wae Rebo : Kampung Adat Di Pedalaman Flores.

Sejarah Wae Rebo  
Berdasrkan informasi yang saya peroleh dari Bapak Blasius Monta, Asal usul nenek moyang suku Wae rebo adalah dari Minangkabau, Sumatera Barat, dahulu nenek moyang tersebut berlayar hingga terdampar di Sekitaran Flores, kemudian dari pantai melihat ada kepulan asap dari laut tersebut hingga ke tempat asal kepulan asap tersebut yang sekarang kampung Todo. dahulu nenek moyang tersebut dua beradik, kakak akhirnya pindah ke Wae rebo. Hingga turun temurun sampai sekarang. sedangkan adik juga turun temurun di kampung Todo. Sekarang ini pemimpin adat  Wae rebo merupakan Generasi ke 18, tapi bahkan ada yang sudah generasi ke 20, sedangkan bapak  Blasius Monta adalah generasi ke 17. masih dari pernyataan bapak Blasius, semua keturunan Wae rebo memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin adat. tetapi dipilih oleh pemimpin sebelumnya, cara memilihnya, orang tua / pemimpin sebelumnya melihat dari talent anak mudanya calon pemimpin tersebut. Lama memimpin adat di Waerebo tidak ada batasan selama sang pemimpin mampu.  Untuk adat perkawinan di suku ini laki yang paling tua menikah dengan wanita dan tinggal disana.

Di Kampung Wae Rebo terdapat 8 rumah adat yang berbentuk krucut, dimana pada  rumah utama di huni 8 kepala keluarga sedangkan yang lain dihuni 6 kepala keluarga, jadi  total ekitar 200 orang warga yang ada di rumah adat di Wae Rebo.
Masyarakat Wae Rebo mayoritas penganut agama katolik dan berpendapatan sebagai petani kopi, kopi Wae Rebo termasuk kopi terbaik di Indonesia.

Demikianlah sekelumit pengalaman kami selama di Kampung Wae Rebo, Flores Nusa Tenggara Timur selanjutnya trip kita ke Labuhan bajo. 

8/12/20

Kampung Wisata Talang Bali Srimenanti Lampung Barat, Serasa Suasana di Bali?

9:31 PM 0
Hallo warga Lampung Barat khususnya warga Air Hitam, Way Tenong dan sekitarnya, Mau Menikmati Suasana Bali?  Di Kampung Wisata Talang Bali saja. Ya mungkin begitulah sebagai ajakan karena rasa kagum dan terpesonanya ketika menginjakan kaki di Talang Bali ini. Mengapa demikian, karena Talang Bali ini merupakan Kampung Wisata yang ada di daerah pegunungan yang berhawa sejuk dan diantara perkebunan kopi. Talang Bali Merupakan suatu dusun yang terletak di Desa/pekon Srimenanti kecamatan Air Hitam kabupaten  Lampung Barat .

Seluruh penghuni talang atau kampung Bali ini adalah umat hindu, sejalan dengan namanya talang ini bernuansakan Bali, yang mana terdapat gapura, pura dan di depan rumah warga talangnya bercirikan khas Bali. Di talang / dusun ini suasana hawa sejuk dengan pemandangan hijau dan asri. Ketika berada disini desanya sangat bersih dan tertata rapi.

Saat ini lagi trend talang Bali sebagai kampung wisata, dimana  terdapat sebuah taman yang disebut taman wisata Tri Hita Karana. Taman ini pass didepan Pura. Di taman ini sudah lengkap area parkir dan area berjualan. Tempat parkir motor dekat dengan lokasi taman wisata ini, tetapi untuk parkir mobil berada di bagian atas tepat diantara rumah warga.  Di taman ini terdapat sebuah kolam renang serta taman bermain untuk anak-anak.  Di taman ini juga terdapat pondok-pondok untuk duduk santai.  Kolam renang yang langsung menghadap pemandangan pegunungan di sekitarnya.  Anak sangat senag sekali jika bermain di kolam ini.

Rute untuk mencapai Kampung Wisata Talang Bali desa Srimenanti kecamatan Air Hitam : jika dari jalan utama  lintas Liwa, di kecamatan Way Tenong, ambil jalur ke arah Air Hitam, di Ar Hitam tepatnya di desa atau pekon Semarang Jaya, ambil jalur ke arah Desa Srimenanti, di Desa Srimenanti akan menemukan perempatan Datar mayan, tepat diperempatan tersebut ambil jalur ke talang Baharudin, melewati talang Baharudin dengan menanjak terus ke arah barat mengikuti jalan underla, hingga sampai ke talang Bali.  Memang masih ada badan jalan saat menuju Talang Bali ini belum di aspal, melainkan dalam bentuk batu underla, tetapi secara keseluruhan jalannya bisa diakses oleh mobil.

Pada musim kopi atau musim bunga kopi jika berkunjung ke Talang Bali akan disuguhkan pemandangan yang indah, bahkan tidak sedikit pengunjung berhenti di jalan untuk berfoto-foto diantara pohon kopi, paling banyak pengunjung berfoto di perkebunan kopi Talang baharudin. Disebut diatas, jalan baharudin ini adalah talang yang dilewati saat menuju ke Talang Bali.

Selain Talang Bali di Air Hitam terdapat tempat-tempat wisata yang lain yaitu Temiangan Hill, Air terjun Mbah Gimo, Agrowisata Kebun Salak, dan Agrowisata Kebun kopi di bukit Rigis. Untuk spot wisata Temiangan Hill dan Air terjun Mbah Gimo tidak bisa ditempuh dengan mobil, melainkan harus menggunakan motor. Sedangkan Agrowisata Kebun Salak, dan Agrowisata Kebun kopi di bukit Rigis dapat tetapi nanti dilanjutkan dengan jalan kaki. Agrowisata Kebun Salak terletak di pintu / gapura masuk ke desa/pekon Srimenanti untuk lengkapnya dapat menyimak artikel berikut ini: Agrowisata Kebun Salak Pondoh Air Hitam Lampung Barat. Jadi jika ke talang Bali tidak ada salah berkunjung ke spot wisata agro ini.

Demikanlah cerita saya tentang Talang Bali, semoga artikel ini dapat membantu dan menambah referensi bagi teman-teman pecinta wisata. Semoga Talang Bali di Desa Srimenanti ini semakin asri, bersih, maju dan masyarakatnya makin makmur. Salam Lestari. Untuk menyimak lengkapnya bagaimana  Talang Bali dapat disemak pada video berikut ini: